Me: Ma, kakak pingin njahitin baju kayak gini, bagus.. *nunjukin foto baju gamis bercorak dan berwarna terang*
Mama: Hmm kak itu warnanya nggak gelap, ada coraknya lagi, nggak mau mama kalau kakak pakai itu. Me: Ini coraknya dikit aja ma, sekali-kali lah kakak pakai baju kayak gini :( Mama: Hayo, ingat pesan mama, pakaian wanita itu yang terbaik adalah yang tidak mengundang perhatian, yaitu dengan warna gelap dan polos. Itu juga fungsinya buat menjaga dirimu sendiri biar nggak jadi fitnah. Me: Jadi tetep nggak boleh ya ma? Iya deh ma.. Semua wanita pasti ingin tampil cantik dan menarik, memang sudah fitrahnya. Tapi apakah selama ini fitrah tersebut sudah di tempatkan sesuai dalam koridornya? Banyak sekali pelajaran yang diambil dari mama, selalu dan selalu mama ngingetin anaknya yang kadang masih suka goyah untuk istiqomah.. Memakai pakaian syar'i berwarna gelap salah satunya, mama sudah membiasakan anaknya untuk memakai pakaian gelap, walaupun terkadang ada saja godaan menerjang. Misal: terkadang pingin banget pakai pakaian warna cantik, pingin pakai baju bercorak misal corak bunga-bunga, pingin model kerudung yang lagi in. Pokoknya pingin banget tampil cantik :( padahal sudah tau kalau itu termasuk tabarruj, Astaghfirullah :( Tapi mama selalu bilang: "Biarlah yang melihat dirimu hanya Allah ta'ala, jangan mengikuti apa kata manusia. Itu yang akan membuatmu tawadhu, dan tidak akan salah niat. InsyaAllah" Rasanya langsung makjleb :( Bener banget apa yang dikatakan mama, bisa jadi walaupun tampil syar'i tapi masih terlihat cantik dan menarik di mata manusia, bahkan lebih terlihat cantik dari yang tidak berhijab.. Berarti ada yang salah, dan pasti sulit menjaga tawadhu.. Dari situ lah Alhamdulillah akhirnya mantap memakai pakaian yang gelap dan tidak bercorak everyday everywhere everytime hehe makasih ma♥ Malah akhir-akhir ini pingin banget tiap hari pakai kerudung dan gamis hitam-hitam, rasanya memang beda banget, kayak bener-bener dijaga sama Allah, bebas dari godaan hehe Tapi kalau di kuliah masih belum bisa rutin, ada beberapa dosen yang sempat menegur karena tidak suka dengan Kerudung dan gamis hitam-hitam.. Laa haula wala quwwata illa billah.. Cobaannya memang berat :( Jadi kalau kuliah masih di combine sama warna selain hitam tapi tetap gelap. Dan kalau di luar kuliah barulah pakai pakaian hitam-hitam, rasanya seneeng banget hehe Terus fitrahmu gimana git? Masa nggak mau tampil cantik? Mau banget dong, nanti aja spesial buat suami♥ Banyak temen yang bakal bikin inget terus ama hal hal horizontal, tapi jarang yang mau ngingetin masalah vertikal. Kalo ada temen yg ngingetin masalah vertikal, genggam tangannya, jangan pernah dilepas, lu gak bakal nemu yang kayak gitu dua kali. Syukuri.
(VIA FAHRIZAL182) 💐💐
Asy Syeikh Bin Baaz rohimahullah: "Nabi shollallahu alaihi wa sallam bersabda didalam hadist yang shohih: (تنكح المرأة لأربع: لمالها, ولجمالها, ولحسبها, ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك) "Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung" 🌹 Kamu harus fokus pada satu perkara yaitu baiknya agamanya. ☑️ Kalau seandainya dengan baiknya agamanya, dia adalah wanita yang cantik paras rupanya, punya kelebihan harta, atau seorang wanita bangsawan maka ini adalah kebaikan diatas kebaikan. 🚫 Tapi jangan kamu hanya terfokus pada paras, harta dan nasabnya!! 👉 Jadikan maksud utamamu adalah agamanya, keistiqomahannya, baiknya akhlaqnya. 🌿 Hendaknya kamu tanyakan tentang dirinya dari orang yang tahu tentang dia." •••••••••••••••••••••••••• 📥 Sumber: http://www.binbaz.org.sa/noor/10834 💾 Telegram: https://bit.ly/Berbagiilmuagama 📑 Alih bahasa: Abu Arifah Muhammad Bin Yahya Bahraisy Hampir kebanyakan orang mengira bahwa nama "Mahira" yang dikaitkan dengan nama saya sehingga menjadi "Gita Mahira" adalah nama seorang ikhwan (laki-laki) yang dekat dengan saya.
Biar tidak jadi salah paham, akan saya jelaskan disini bahwa nama tersebut adalah nama kedua saya, orang tua saya memberikan nama tersebut saat saya berusia sekitar 8 tahun, nama saya diganti dengan nama islami, tentunya agar menjadi lebih baik. Aamiin. Jadi salah besar jika ada orang yang mengira saya sedang dekat dengan seorang ikhwan, saya saja untuk saat ini tidak sedang mencintai siapa-siapa kok hehe. Klarifikasi kembali. Mengapa saya tidak menampilkan wajah saya di media sosial atau walau hanya sebagian tubuh saya dari belakang atau bahkan tidak ada foto makhluk bernyawa di dalamnya? Saya mulai menghindari hal tersebut setelah saya belajar banyak dari ustadz-ustadzah saya bahwa ternyata banyak sekali mudharat yang didapatkan dari hanya sekedar meng upload foto, mulai dari dapat menyebabkan yang melihat foto tsb tidak dapat menundukkan pandangannya dan yang paling saya cemaskan adalah foto tersebut dapat menjadi sumber fitnah, disalahgunakan bahkan dengan mudah menimbulkan penyakit 'ain. Naudzubillah.. Mungkin saya sering sekali menggunakan caption dari orang lain, bukan berarti saya hanya ingin copas saja, melainkan saya tidak begitu nyaman jika tulisan saya dibaca oleh banyak orang. Saya masih butuh banyak belajar untuk dapat menulis dengan baik agar bermanfaat tanpa menyakiti hati siapapun. *disclaimer ini dibuat agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam bentuk apa pun* Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا “Dua jenis penduduk neraka yang belum pernah aku lihat. Satu kaum, dengan cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka menggunakannya untuk memukul orang. Kaum wanita yang berpakaian, padahal tetap telanjang. Mereka membuat orang lain menjadi menyimpang dan mereka sendiri jauh dari ketaatan kepada Allah. Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga juga tidak dapat mencium harumnya surga. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh.”_* [H.R. Muslim 2128] Luar biasa indahnya Islam! Kita dikenalkan dengan berbagai macam makna dan hakikat dari sekian banyak hal. Islam meluruskan cara pandang kita. Islam mengajak untuk melihat dan menilai dengan sudut suci. Alhamdulillah. Kalau bukan karena Allah yang bermurah kasih, tentu kita tidak pernah mengecap manisnya Islam. •Kaya itu kaya hati, bukan dengan ukuran harta. •Orang kuat itu bukankah dia yang mampu membanting atau menjatuhkan lawan, namun dia yang dapat menahan emosi. •Seorang dermawan adalah yang selalu berbagi walau sedikit, bukannya dia yang harus memberi dalam jumlah besar. Nah, hal-hal di atas sekadar contoh tentang Islam yang mencerahkan pemahaman akan banyak hal dalam kehidupan manusia. Indah sekali bukan? Harapannya, supaya kita tidak salah menilai. Agar kita tidak keliru menanggapi. Itulah Islam yang sangat menginginkan kebenaran. ‼️Hakikat wanita yang berpakaian dan wanita yang telanjang pun demikian. Islam tidak hanya menilai wanita telanjang sebagai wanita yang tidak menggunakan sehelai benang pun di badannya. Bukan hanya itu! Bahkan sekalipun dia berpakaian, tetap dinilai telanjang oleh Islam. Kenapa bisa begitu❓ 💧Memang ia berpakaian. Namun pakaiannya tidak mencukupi untuk disebut menutup tubuh. *Lekuk tekuk badannya tercetak jelas.* Warna kulitnya pun tidak dapat disembunyikan oleh pakaiannya. Betis dan pahanya terlihat. Leher dan rambutnya tersaji untuk setiap orang. Apakah wanita semacam ini dapat dikatakan berpakaian❓ Ataukah ia lebih pantas dikatakan telanjang❓ ✏️Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2128) mengenai hal ini. Sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ، وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا، وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا “Dua jenis penduduk neraka yang belum pernah aku lihat. Satu kaum, dengan cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka menggunakannya untuk memukul orang. Kaum wanita yang berpakaian, padahal tetap telanjang. Mereka membuat orang lain menjadi menyimpang dan mereka sendiri jauh dari ketaatan kepada Allah. Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk surga juga tidak dapat mencium harumnya surga. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh.”_* Mengerikan! Benar-benar menakutkan‼️ Apakah engkau, wahai saudariku, tidak tergetar hatimu dengan ancaman Nabi Muhammad di atas❓ Apakah engkau tidak merasa ngeri dengan berita Nabi❓ Bayangkan❗️ Jangankan masuk surga, harum mewangi surga yang tercium dari jarak yang sangat jauh pun tidak dapat ia rasakan..💦 Memang ada dua jenis orang yang diancam seperti itu. Akan tetapi, kali ini kita sedang berbicara tentang dirimu. Tentangmu, wahai saudariku muslimah. Sabda Nabi Muhammad di atas bukanlah sebatas untuk menakut-nakutimu. Seperti itulah dalamnya cinta dan luasnya perhatian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada kaum muslimah. Beliau menyampaikan hal ini agar kaum muslimah berupaya untuk *tidak terbawa dalam dosa.* Subhanallah❗️ Gambaran wanita seperti di dalam hadits memang belum pernah ada di zaman Nabi. Beliau tidak pernah menyaksikan fakta pahit di lapangan seperti itu. Bagaimana di zaman kita ini❓ Hadits di atas sekaligus sebagai salah satu bukti kerasulan Muhammad dan kenabiannya. Sebab, berita yang disampaikan beliau benar-benar terjadi. Terjadi seperti yang termaktub di dalam hadits. Kalau bukan berdasarkan wahyu dari Allah, tidak akan mungkin beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bisa bercerita untuk kita. •Coba baca secara cermat gambaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang wanita yang disebut tidak masuk surga dan tidak bisa mencium harumnya! 👗👖👚Wanita yang berpakaian, namun telanjang. Iya, apa artinya beberapa lembar kain yang terjahit sebagai pakaiannya? Sementara pakaian itu masih dengan jelas menggambarkan tubuh dan badannya. Tipis, menerawang, pendek dan ketat. Bagian tubuhnya yang mesti terlindungi tetap terbuka. Nampak dilihat. Ah, malu rasanya untuk melanjutkan. Ia berpakaian, namun telanjang❗️ Wanita yang sesat jalan, sesat berpikir. Ia jauh dari nilai-nilai agama. Ia tidak mengerti mengapa ia diciptakan di dunia? Untuk apa ia hidup di atas muka bumi? Ia tidak mengenal Allah, tidak mengenal Nabi-Nya juga tidak mengenal Islam secara sebenarnya. Wanita yang tidak berusaha mencari jalan terang.💦 💥Wanita yang membuat orang lain ikut tersesat. Teman wanitanya dipengaruhi untuk sama-sama menjauh dari Allah. Ia mengajak -walau hanya dalam sikap, tanpa berkata-kata- sesamanya untuk membuang jauh-jauh ajaran agama. Wanita yang membuat kaum laki-laki menjadi bangkit nafsu dan syahwatnya. Wanita yang membuat kaum laki-laki selalu berpikir kotor karena melihat cara berpakaiannya. Wanita maailaat dan wanita mumiilaat❗️ Wanita yang mode rambutnya mirip punuk unta. Digelung, disanggul dan dibuat tinggi ke atas. Ia memilih cara seperti itu untuk berhias dan berdandan untuk tampil di hadapan khalayak ramai. Bukannya malu, malah ia merasa bangga dan percaya diri. Apalagi bila terdengar komentar penuh pujian. Berbunga-bunga hatinya. *Ru’usuhunna ka asnimatil bukhti al maailah.* Kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Di dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa *harum mewanginya surga dapat tercium dari jarak lima ratus tahun perjalanan.* Masya Allah! Subhanallah! Apabila demikian, ancaman untuk kaum wanita bercirikan di atas bukanlah ancaman yang ringan. Ini ancaman berat lagi menakutkan. Mestinya, ancaman di atas sudah cukup bagi seorang wanita muslimah untuk melakukan instrospeksi diri. Sudahkan ia berusaha untuk menyelamatkan dirinya dari siksa jahannam❓ Sudahkah ia berkaca dan bercermin, jika dirinya ternyata jauh dari nilai-nilai Islam❓ *Ingatlah sekali lagi, wahai saudariku.* Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di atas bukan sebatas untuk menakut-nakuti. Beliau ingin dirimu menjadi wanita penghuni surga. Beliau hendak membimbingmu agar terhindar dari siksa neraka. Mengapa engkau belum juga tersadar❓ Apakah engkau tidak merasakan betapa cinta dan kasihnya beliau kepadamu❓ ⏰Sekarang. Sejak detik ini. *Mulailah berpikir untuk membuka lembaran baru dalam hidupmu.* Mulailah untuk merancang, mereka-reka, merencanakan dan menyusun program. _Program hidup yang akan membawamu dalam kedamaian hakiki. Ketenteraman abadi. Dalam balutan hijab syar’i._ 💨💨Tinggalkan pakaian-pakaian seksimu❗️ Pakaian yang mesti engkau tebus dengan rupiah yang tidak sedikit. Bila dahulu selalu mengikuti perkembangan mode dan fashion, sekarang engkau harus memulai untuk melengkapi busana muslimahmu. *Jauhi teman-teman yang akan menghalangi niat sucimu ini*. Barakallahu fik. ✏️Sebuah pesan terakhir, sebelum kita berpisah melalui tulisan ini. Jadikanlah pertimbangan utamamu untuk menentukan sikap demi keputusan terakhir. Antara tetap hidup dalam pakaian bertelanjang ataukah menyonsong damainya hijab syar’i. Jadikanlah pertimbanganmu, dengan membayangkan surga dan neraka di hadapanmu! Manakah yang akan engkau pilih ⁉️ 🌍Dari sini. Dari bumi Allah ini. Saya hanya dapat membantu dengan doa. *Ya Allah berikanlah petunjuk-Mu untuk saudari-saudariku. Terangilah hati dan pikiran mereka. Luaskanlah dan lapangkanlah dada mereka agar dapat menerima kebenaran yang Engkau terangkan dalam kitab-Mu. Bimbinglah mereka agar mantap dan tegar hatinya di dalam sebuah keputusan suci; berhijab secara syar’i.* Wallahul muwaffiq ila aqwamit hariq. Allah yang memberi taufik kepada jalan yang terbaik. [Al Ustadz Abu Nasim Muktar] Sumber: http://tashfiyah.com/berbaju-tapi-telanjang/ Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Semoga Allah menyelamatkan kita dari kemunafikan. NIFAQ; DEFINISI DAN JENISNYA
Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas A. Definisi Nifaq Nifaq (اَلنِّفَاقُ) berasal dari kata نَافَقَ-يُنَافِقُ-نِفَاقاً ومُنَافَقَةً yang diambil dari kata النَّافِقَاءُ (naafiqaa’). Nifaq secara bahasa (etimologi) berarti salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangnya, di mana jika ia dicari dari lobang yang satu, maka ia akan keluar dari lobang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata النَّفَقُ (nafaq) yaitu lobang tempat bersembunyi. Nifaq menurut syara’ (terminologi) berarti menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dinamakan demikian karena dia masuk pada syari’at dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain. Karena itu Allah memperingatkan dengan firman-Nya: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu mereka adalah orang-orang yang fasiq.” [At-Taubah: 67] Yaitu mereka adalah orang-orang yang keluar dari syari’at. Menurut al-Hafizh Ibnu Katsir mereka adalah orang-orang yang keluar dari jalan kebenaran masuk ke jalan kesesatan. Allah menjadikan orang-orang munafiq lebih jelek dari orang-orang kafir. Allah berfirman: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” [An-Nisaa’: 145] Allah Azza wa Jalla berfirman: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ “Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka…” [An-Nisaa’: 142] Lihat juga Al-Qur-an surat al-Baqarah ayat 9-10. B. Jenis Nifaq Nifaq ada dua jenis: Nifaq I’tiqadi dan Nifaq ‘Amali.
Pertama : Mendustakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa. Kedua : Membenci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau membenci sebagian apa yang beliau bawa. Ketiga : Merasa gembira dengan kemunduran agama Islam. Keempat : Tidak senang dengan kemenangan Islam.
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقاً خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا، إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ. “Ada empat hal yang jika terdapat pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang munafiq sejati, dan jika terdapat padanya salah satu dari sifat tersebut, maka ia memiliki satu karakter kemunafikan hingga ia meninggalkannya: 1) jika dipercaya ia berkhianat, 2) jika berbicara ia berdusta, 3) jika berjanji ia memungkiri, dan 4) jika bertengkar ia melewati batas.” Terkadang pada diri seorang hamba terkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan kebiasaan-kebiasaan buruk, perbuatan iman dan perbuatan kufur dan nifaq. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang ia lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara sifat orang-orang munafik. Sifat nifaq adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya, sehingga para Sahabat Radhiyallahu anhum begitu sangat takutnya kalau-kalau dirinya terjerumus ke dalam nifaq. Ibnu Abi Mulaikah rahimahullah berkata: “Aku bertemu dengan 30 Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka semua takut kalau-kalau ada nifaq dalam dirinya.” C. Perbedaan antara Nifaq Besar dengan Nifaq Kecil 1. Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak mengeluarkannya dari agama. 2. Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal perbuatan bukan dalam hal keyakinan. 3. Nifaq besar tidak terjadi dari seorang Mukmin, sedangkan nifaq kecil bisa terjadi dari seorang Mukmin. 4. Pada umumnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka ada perbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya dengan nifaq kecil, pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَرْجِعُونَ “Mereka tuli, bisu dan buta, maka tidaklah mereka akan kembali (ke jalan yang benar).” [Al-Baqarah: 18] Juga firman-Nya: أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ “Dan tidakkah mereka (orang-orang munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pe-lajaran?” [At-Taubah: 126] [Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1]. Pembahasan ini dinukil dari ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 85-88) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan, dengan beberapa tambahan. [2]. Lihat an-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits (V/98) oleh Ibnul Atsiir. [3]. Tafsir Ibnu Katsir (II/405), cet. Daarus Salaam. [4]. HR. Al-Bukhari (no. 34, 2459, 3178), Muslim (no. 58), Ibnu Hibban (no. 254-255), Abu Dawud (4688), at-Tirmidzi (2632), an-Nasa-i (VIII/116) dan Ahmad (II/189), dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu. [5]. Fat-hul Baari (I/109-110). [6]. Lihat Majmuu’ Fataawaa (XXVIII/434-435) oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan ‘Aqiidatut Tauhiid (hal. 88) oleh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al-Fauzan. Sumber: almanhaj.or.id Dalam banyak satuan waktu, kita seringkali memacu diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik dan bahkan menjadi yang terbaik. Merasa ingin mencapai atau menjadi sesuatu, kita pun sibuk mengakselerasi diri dalam berbagai sisi. Kita berupaya untuk bisa menjadi lebih baik, menjadi yang terbaik. Pernahkah merasakan dan melakukan hal yang sedemikian?
Saat merasa tidak memiliki cukup banyak teman, kita berupaya untuk melakukan hal-hal yang lebih baik agar bisa diterima secara sosial. Saat melihat standar cantik atau tampan terpapar di media, kita berupaya untuk memoles, mengurangi dan menambahkan ini dan itu agar menjadi sama dengan standar idaman. Saat organisasi impian yang dituju mensyaratkan banyak kualifikasi, kita sibuk mencari cara agar bisa menambah detail-detail prestasi yang termuat dalam CV. Saat mengetahui lelaki/perempuan yang kita incar hatinya mempersyaratkan ini itu, kita pun bersemangat memenuhi semuanya. Begitulah, dan masih banyak lagi. Intinya, selalu ada upaya-upaya perbaikan diri yang kita lakukan untuk sesuatu yang menurut kita layak untuk diperjuangkan. Pertanyaannya adalah, ketika kita ingin memperbaiki diri agar menjadi yang lebih baik atau terbaik, standar baik siapa yang kita gunakan? Versi siapa yang kita jadikan acuan? Apakah kita melakukan perbaikan diri agar bisa menjadi yang terbaik versi kita sendiri? Versi orangtua? Versi teman sepergaulan? Versi kantor atau organisasi idaman? Versi media? Versi pasangan idaman? Atau versi calon mertua? Hmm, pernahkah terbersit di pikiran bahwa kita haruslah menjadi yang terbaik versi Sang Pencipta? Memperbaiki diri itu butuh waktu, tenaga dan pengorbanan. Jika alasan yang mendasarinya adalah tentang urusan dunia, bukankah itu tanggung? Mengapa tidak langsung saja menjadikan Allah dan akhirat sebagai alasan? Tahukah kamu, dalam lelah yang sama, bisa saja kita mendapatkan yang berbeda : ada yang hanya dapat dunia, ada yang dapat dunia sekaligus akhirat. Pilih yang mana? Apapun alasan perbaikan dirimu sebelumnya, ayo kita luruskan sekarang! Ayo kita bersama-sama menjadi yang terbaik menurut versi-Nya. Semoga di hatimu hanya ada Allah dan akhirat sebagai alasan yang hakiki. Karena kita tak pernah tahu kapan kita akan mati. Mungkin saja sebentar lagi, ketika kita belum selesai memperbaiki diri. Repost: ukh novie ocktavia Kenapa ya taman-taman syurga Allah selalu sepi dengan anak muda?
Kenapa ya selalu orang tua yang rajin memenuhi rumah Allah? Kenapa ya yang pakai baju syar'i itu identik dengan image orang tua? "Kebapak-bapakan", "Keibu-ibuan"? Apa kalau belajar agama itu harus nunggu jadi tua dulu? وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللّهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأَبْصَارُ -٤٢- “Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim. Sesungguhnya Allah Menangguhkan mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (Q.S. Ibrahim : 42) |
Bismillaah..
|