Terlalu banyak yang dipikirkan.
Terkadang terasa sangat lemah diri ini, namun selalu percaya Allaah sebenar-benarnya mengetahui perjuangan setiap hamba-Nya. Selalu akan ada kejutan manis disetiap kebaikan yang telah ditebarkan. Semoga semua ini akan selesai dengan indah-Nya, aamiin. Akan ada, mereka yang selalu kita pilih menjadi tempat mempercayakan banyak tangis dan cerita. Yang telah Allaah pilihkan untuk membersamaimu.
Sebab, sebelumnya engkau telah memilih terlebih dulu menceritakan seluruh bahagia dan tangismu kepada Allaah. Sebab, sebelumnya engkau telah memilih untuk terlebih dulu menautkan seluruh hati dan harapmu kepada Allaah. Hingga, setelahnya Allaah memberikanmu hati yang tenang dan ridha atas ketetapan-Nya. Hingga, setelahnya Allaah memberikanmu rasa cukup penuh syukur yang menenteramkan hati. Dan diantaranya dengan mengirimkan mereka yang tulus hatinya membersamaimu, dalam keadaan apapun. — sumber: tumblr Menyapa Mentari. Tulisan penyemangat hari ini. Ya Allaah, jaga-Lah baik-baik. Originally posted by dokterhil (tumblr).
Jadi, tulisan ini adalah serial kecil, tentang (sedikit) ilmu parenting yang sudah saya dapat dari bimbingan keluarga sendiri, sekolah pra nikah, buku parenting, pun dari kuliah di pendidikan dokter. Kawan tidak harus setuju 100%, dan kami akan sangat senang bila anda mempunyai opini mengenai tema ini : Fatherhood, Kebapakan. Mungkin ini semua bermula sejak saya masih kecil, tepatnya ketika SMA. Saya teringat ketika dalam orientasi program pertukaran pelajar AFS, terdapat sesi mengenai angan dan cita-cita yang berjudul “river of life”. Di situ kami diminta untuk bercerita lini masa beberapa tahun ke depan; apa yang diinginkan, apa cita-cita utama, bagaimana jalan rencananya, dll. Bagi saya, ini pertama kalinya saya diminta untuk menuliskan cita-cita yang benar-benar terencana serinci yang saya bisa. Kebanyakan dari kita menulis cita-cita ketika kecil hanya sebatas “aku ingin jadi dokter!” tapi tanpa adanya step-step di dalamnya. Maka saya mulai menulis, apa yang ada di dalam hati saya, yang terpendam dan harus keluar malam itu juga. Tiba saatnya saya bangkit untuk bercerita. Ternyata aneh, yang saya citakan, tampak berbeda dengan kawan AFS lainnya. Mereka menulis ingin menjadi menteri, menjadi presiden, menjadi diplomat, semua beserta langkah-langkah sesuai dengan idealisme masing-masing. Saya? Saya malah menulis : Menjadi seorang bapak, membentuk keluarga yang hangat. Ketika yang lain menulis cita-cita yang kebanyakan karir dan sedikit tentang menikah dan pasangan hidup serta keluarga, saya malah kebanyakan tentang keluarga, dan sedikit tentang karir. Wah ramai pokoknya ketika itu kalau diingat-ingat hehehe Tapi serius, hingga sekarang tidak berubah, masih menjadi cita-cita. Apalagi di umur sekarang ini hehehe Mungkin perlu di breakdown dulu, apa why di balik ini semua. Kata Simon Sinek, kita harus punya why yang kuat agar semua ini konsisten dan punya purpose yang kuat di tiap aktivitas. Termasuk mengapa saya menulis serial ini. Whyyy? Okay saya tahu. Punya cita-cita seperti itu tidak serta merta membuat saya otomatis menjadi seorang bapak yang terbaik di dunia, nooo. Saya yakin, hidup ini terlalu sebentar untuk sekadar karir; sd, smp, sma, kuliah, ambil profesi, jadi dokter, internship, ambil dokter spesialis, kerja kerja kerja lalu tahu-tahu berada di ranjang rumah sakit, berganti posisi menjadi pasien. Sangat sebentar bung, sangaaaaat bentar ! Maka saya ingin, di hidup yang sebentar ini saya bahagia; baik ketika hidup, mati, dan hidup setelah mati. Bahagia menurut saya, adalah mempunyai keluarga surga. Simpel. Keluarga itu organisasi kecil, tapi darinya lah kita bisa menggetarkan dunia dan akhirat. Keluarga itu tempat berlari dari masalah, pencarian ketenangan, tempat solusi dari masalah. Keluarga itu penyejuk mata, qurrota a’yun, ada dari pasangan dan ananda hingga keturunan. Keluarga itu tempat ridho Allah berada, lillah untuk Allah, dalam keyakinan yang saya pegang bahkan ada dosa-dosa yang hanya bisa gugur hanya dengan cara mencari nafkah. Put it simple, keluarga itu harus jadi jalan ke surga. Maka keluarga surga adalah cita-cita. Ini why saya. Tiap orang bisa punya why yang berbeda; anda pun bisa menarasikannya berbeda dengan why saya. Saya rasa cukup dengan membahas why, terutama milik saya pribadi dalam penulisan ini. Bahasan di serial selanjutnya insyaAllah tidak akan berat, saya meniatkan beberapa poin yang mungkin luput dari masyarakat sekarang, terutama fenomena-fenomena millenials yang semakin beragam dan bikin pusing sendiri. Wadaw. Tidak mengapa, masa depan InsyaAllah lebih cerah kok Wallahua’lamu bisshowab, mari berbagi ! Ada beberapa yang memilih untuk bercerita, dan bertanya harus bagaimana terhadap apa yang sedang mereka alami. Meski mereka sudah tahu apa jawabannya, juga apa yang sebaiknya mereka lakukan. Tidak ada yang salah dengan hal ini, tidak ada yang perlu dipandang berbeda, labil, atau di cap lemah.
Ada beberapa yang mungkin cukup berat untuk memendamnya seorang diri, sehingga perlu untuk mengurangi sedikit bebannya dengan membagikan apa yang ia rasakan pada orang lain. Bukan lantas beban itu akan hilang begitu saja. Juga bukan agar orang lain bisa merasakan beban yang sama. Mereka paham tentang itu. Tapi bercerita adalah cara yang mereka bisa tempuh untuk menata kembali ruang-ruang yang terbebani, untuk sedikit meredakan segala bentuk rasa sakit yang mereka alami. Setidaknya untuk saat itu. Tentu, yang paling utama adalah menyerahkan segala permasalahan pada yang memiliki segala bentuk jawaban. Tapi kembali lagi, pada keadaan yang sulit untuk dibilang tenang atau stabil, sebagian dari kita akan memilih berbagai jalan yang menurut kita baik pada saat itu. Sebagian dari kita, tidak semuanya. Dan semakin kesini, saya semakin memahami. Baik dari pengalaman pribadi, ataupun dari pengalaman orang lain. Sebenarnya banyak yang sudah paham, kalau membagikan apa yang mereka sedang rasakan atau suatu hal yang sedang mereka alami pada orang lain, jawabannya seringkali tidak akan jauh-jauh dari sabar, jalani, terima, jangan menyerah, tetap semangat, dan sejenisnya. Tapi satu hal yang cukup mengerucut dibalik itu semua. Saat sedang terguncang, saat keadaan sama sekali tidak menenangkan, mereka. Mereka hanya ingin didengarkan, atau diyakinkan, atau juga dikuatkan dengan jawaban-jawaban yang sebenarnya sudah mereka tahu sebelumnya. Karena mungkin untuk mereka, itu adalah langkah yang perlu mereka coba tempuh lebih dulu untuk sedikit lebih tenang. Dan baru kemudian bisa memahami, kepada siapa segala permasalahan harus mereka serahkan. Meski mengerti, kalau hikmah tidak akan serta merta Tuhan perlihatkan. Begitu juga dengan jawaban, yang tidak bisa saat itu juga mereka dengar dan dapatkan. Dengarkan, kuatkan, dan yakinkan. Apa-apa yang mereka ceritakan pada kita. Surabaya, di tengah malam. -Repost: Tumblr Danny DF |
Bismillaah..
|