Sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tentunya Islam tidak melewatkan pembahasan akhlak dalam ajarannya. Begitu banyak dalil dalam al-Qur’ân maupun Sunnah yang memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Di antaranya:
Firman Allâh Azza wa Jalla tatkala memuji Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam: وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur [al-Qalam/ : 4] Juga sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam : وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ Pergaulilah manusia dengan akhlak mulia [HR. at-Tirmidzi no. 1987 dari Abu Dzar, dan beliau menilai hadits ini hasan shahih] APA ITU AKHLAK MULIA? Banyak definisi yang disampaikan Ulama. Definisi yang cukup mewakili adalah: بَذْلُ النَّدَى وَكَفُّ الْأَذَى وَاحْتِمَالُ الْأَذَى Akhlak mulia adalah berbuat baik kepada orang lain, menghindari sesuatu yang menyakitinya dan menahan diri ketika disakiti[1] Dari definisi di atas kita bisa membagi akhlak mulia menjadi tiga macam:
APA MAKSUD DAKWAH DENGAN AKHLAK? Sebagian kalangan masih menganggap dakwah hanya berbentuk penyampaian materi secara lisan. Padahal sebenarnya dakwah meliputi aspek lainnya juga; semisal praktek nyata, memberi contoh amalan, dan akhlak mulia, atau yang lazim dikenal dengan dakwah bil hâl. Bahkan justru yang terakhir inilah yang lebih berat dibanding dakwah dengan lisan dan lebih mengena sasaran.[2] Banyak orang yang pintar berbicara dan menyampaikan teori dengan lancar, namun hanya sedikit yang menjalankan ucapannya dalam praktek nyata. Di sinilah terlihat urgensi adanya qudwah hasanah (potret keteladanan yang baik) di tengah masyarakat, yang tugasnya adalah menerjemahkan teori-teori kebaikan dalam amaliah nyata, sehingga teori tersebut tidak selalu hanya terlukis dalam lembaran-lembaran kertas. [3] Jadi, dakwah dengan akhlak mulia maksudnya mempraktekkan akhlak mulia sebagai sarana untuk mendakwahi umat manusia kepada kebenaran. Sumber: https://almanhaj.or.id/3614-berdakwah-dengan-akhlak-mulia.html Oleh: Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari.
Salah satu kaedah yang sudah pasti dalam agama Islam adalah seseorang tidak boleh mengambil harta seorang Muslim kecuali dengan izinnya atau ridhanya. Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya: Firman Allâh Azza wa Jalla : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. [An-Nisâ’/4: 29] Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ Setiap Muslim atas Muslim lainnya haram (tidak boleh diganggu), darahnya, hartanya, dan kehormatannya. [HR. Muslim, no. 2564 dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu] Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : أَلَا لَا تَظْلِمُوا، أَلَا لَا تَظْلِمُوا، أَلَا لَا تَظْلِمُوا، إِنَّهُ لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ Ingat, janganlah kamu berbuat zhalim! Ingat, janganlah kamu berbuat zhalim! Sesungguhnya harta seseorang tidak halal kecuali (yang diberikan) dengan keridhaan hatinya.[1] BAHAYA MEMAKAN HARTA HARAM Dari sisi rasa dan rupa, mungkin tidak ada beda antara makanan yang didapatkan dengan cara halal dan dengan cara yang haram, namun konsekuensi buruk dari mengkonsumsi makan haram itu banyak sekali. Misalnya, do’a yang dipanjatkan tidak dikabulkan oleh Allâh Azza wa Jalla, sebagaimana telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} [المؤمنون: 51] وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} [البقرة: 172] ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟ “ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Dan sesungguhnya Allâh memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, (yang artinya), ‘Wahai Para Rasul! Makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah’. Dan Dia berfirman, (yang artinya),‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami berikan kepada kalian’. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan ada seorang laki-laki melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu, dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!’, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. [HR. Muslim, no. 1015; Ahmad, no. 1015; Tirmidzi, no. 2989; dll] Akibat buruk lainnya, Allâh Azza wa Jalla tidak akan menerima shadaqah yang berasal dari barang haram. Karena Allâh Azza wa Jalla itu suci, tidak menerima kecuali yang suci. Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma menyatakan bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ Shalat tanpa bersuci tidak akan diterima, demikian juga sedekah dari ghulul (tidak akan diterima). [HR. Muslim, no. 224] Juga termasuk efek buruk lainnya adalah daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas baginya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ، إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah! Sesungguhnya (pemilik) daging yang tumbuh dari yang haram tidak akan masuk surga, neraka lebih pantas baginya. [2] BENTUK-BENTUK MEMAKAN YANG HARAM Yang masuk kategori mengkonsumsi makanan yang haram itu banyak sekali, oleh karena itu kita harus waspada. Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Memakan (harta) dengan batil ada dua bentuk:
Beliau rahimahullah juga berkata, “Para Ulama mengatakan, ‘Termasuk dalam bab ini adalah orang yang mengambil upeti, orang yang melakukan khianat, … pencuri, …, pemakan riba, pemberi riba, pemakan harta yatim, orang yang bersaksi palsu, orang yang meminjam barang lalu mengingkarinya, pemakan suap, orang yang mengurangi takaran dan timbangan, orang yang menjual barang cacat namun dia menutupinya, penjudi, tukang sihir, peramal dengan bintang, pembuat gambar atau patung makhluk bernyawa, pelacur (WTS/PSK), wanita yang menangis di waktu kematian untuk dibayar, orang yang mengambil upeti orang lewat, guide yang mengambil upah tanpa sepengetahuan penjual, orang yang memberi informasi kepada pembeli dengan harga yang lebih (dari harga sebenarnya), orang yang menjual orang merdeka lalu memakan hasilnya”. [al-Kabâir, hlm. 120] Itulah di antara dosa dan bahaya mengambil harta orang dengan cara batil dan memakannya. Sebagaimana insan yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla, janganlah kita nekat, sehingga mengkibatkan celaka dunia dan akhirat. Hendaklah kita segera bertaubat sebelum terlambat. Karena cepat atau lambat, kita semua pasti akan menghadap Allâh yang Maha Menghisab amal seluruh umat. Dan Allâh mencintai orang-orang yang bertaubat. Kita memohon taufik kepada Allah Azza wa Jalla agar membimbing kita kepada perkara yang Dia cintai dan ridhai, sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Maha Suci. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta] _______ Footnote [1] HR. Ahmad, no. 20695 dari paman Abu Harrah ar-Raqasyi. Isnadnya dha’îf, akan tetapi riwayat ini dikuatkan dengan riwayat-riwayat lain sehingga meningkat menjadi shahîh. Hadits ini dipandang shahîh oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam Takhrîj Musnad Ahmad, no. 20695 dan Syaikh al-Albâni dalam Irwâ’ul Ghalîl, no. 1459 [2] HR. Ahmad, no. 14441, 15284; Dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrîj Musnad Ahmad, dan Syaikh al-Albani dalam penjelasan Silsilah ash-Shâhîhah, no. 2609 Sumber: https://almanhaj.or.id/6588-hasil-usaha-maksiat-celaka-dunia-dan-akhirat.html Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَا لَكُمْ أَلَّا تَأْكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا لَيُضِلُّونَ بِأَهْوَائِهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِينَ Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. [Al-An’âm/6: 119] Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda kepada Ka’ab bin Ujrah:
"Mudah-mudahan Allah melindungimu dari para pemimpin yang bodoh (dungu)." Ka’ab bin Ujrah bertanya: "Apa yang dimaksud dengan pemimpin yang dungu wahai rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam?" Beliau menjawab: "Mereka adalah para pemimpin yang hidup sepeninggalku. Mereka tidak pernah berpedoman pada petunjukku, mereka tidak mengikuti sunnahku. Barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka ataupun mendukung atas kezaliman mereka, maka orang itu tidak termasuk golonganku, karena aku bukanlah orang seperti itu. Mereka juga tidak akan mendapatkan air minum dari telagaku. Wahai Ka’ab, sesungguhnya puasa adalah benteng, sedekah itu bisa menghapus kesalahan, sedangkan shalat adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah." –dalam riwayat lain burhan (dalil)- "wahai Ka’ab sesungguhnya tidak akan masuk surga seonggok daging yang berasal dari barang haram. Dan api neraka lebih berhak untuk melahapnya. Wahai Ka’ab bin Ujrah, manusia terpecah menjadi dua golongan: pertama, orang yang membeli dirinya (menguasai dirinya), maka dia itulah yang memerdekakan dirinya. Golongan yang menjual dirinya, maka dia itulah yang membinasakan dirinya sendiri." (HR. Ahmad bin Hambal) Kebaikan akan selalu menang.
Kalimat ini akan selalu menjadi pengingat sekaligus penyemangat diri. Dunia ini akan terus seperti ini, menjadi tempat kekecewaan. Lalu apakah dengan begitu lantas dengan mudahnya berputus asa dalam menebar kebaikan? Tidak, baik akan tetap menjadi baik. Mungkin memang lelah, tapi dengan lelah inilah Allah azza wa jalla akan mengetahui hamba-hamba-Nya yang benar-benar berjuang. Ingat, kebaikan akan selalu menang, Janji Allah itu pasti. Jadilah bagian dari kebaikan itu jika kamu ingin menjadi seorang pemenang. *Pengingat untuk diri sendiri. Belajar menerapkan kesabaran dalam diri ternyata bukan perkara mudah.
Semakin kesini semakin menyadari bahwa segala apapun yang dirasakan di dunia ini entah itu sebuah cobaan atau bahkan kebahagian, ternyata tempat sebaik-baiknya berbagi hanyalah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, tidak ada yang lain. Semoga hati selalu dikuat-Kan setiap hari.
1🌾 Terhindar dari 'ain 2🌾 Menjaga perasaan orang lain 3🌾 Terjaga dari fitnah 4🌾 Hidup lebih bahagia 5🌾 Segala sesuatu dikerjakan dengan ikhlas tanpa ingin dilihat manusia, cukuplah Allah menjadi saksi atas apa yang kita kerjakan. Jadilah manusia rendah hati, bukan rendah diri apalagi pamer diri :) Lihatlah ilmu mereka, lihatlah kerendahan hati mereka..
Akhir-akhir ini seperti benar-benar ditegur, diingatkan, disadarkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala. "Ilmu mu sampai mana git? Sudah berapa banyak bekal akhiratmu?" Di luar sana banyak sekali orang shalih yang mungkin tidak terkenal atau bahkan tidak dikenal. Mereka memang tidak memikirkan hal tersebut, mereka tidak mengejar ketenaran di dunia ini. Sama sekali tidak. MasyaAllah.. Pernah suatu hari membaca sebuah tulisan yang intinya bahwa kebanyakan ulama salaf memang menghindari dan sangat menghindari untuk menjadi terkenal, karena itu salah satu cara mereka menjaga ilmu mereka, ke tawadhu'an mereka. Dan sesungguhnya itu adalah ujian yang berat, karena kebanyakan manusia jika memiliki kelebihan dalam dirinya, akan memamerkannya pada orang lain entah dengan cara apapun yang pada intinya mereka ingin dilihat bahwa mereka memiliki kelebihan dalam diri mereka. Semoga kita bukan merupakan salah satu di dalamnya. Semoga Allah menjaga hati kita untuk selalu rendah hati dan selalu mengingat bahwa segala kelebihan dalam diri kita jika tidak karena kehendak Allah azza wa jalla maka itu tidak akan menjadi bagian dari kita. Semua datang dari Allah dan suatu saat akan kembali kepada-Nya. Semoga kita terhindar dari sifat ujub dan riya'; karena sesungguhnya tidak ada yang bisa dibanggakan dari seorang manusia kecuali Penciptanya. Jika seseorang berusaha menguji kesabaranmu, sadar dan ingatlah bagaimana Allah telah bersabar terhadapmu.
|
Bismillaah..
|