Apa sih yang ada di benakmu ketika mendengar kata memilih pasangan? Sejauh ini, yang saya dan sebagian besar teman-teman bayangkan tentang memilih pasangan hanyalah tentang cara memilih pasangan, cara yang baik mendapatkan pasangan dan cara yang tepat mengenali diri pasangan. Tapi ternyata, berbicara tentang memilih pasangan tidak hanya sekadar itu. Lebih jauh lagi, ini adalah tentang membangun peradaban. Wow! Hmm, tapi gimana sih maksudnya? Sini duduk manis, saya akan menceritakan hasil diskusi NuParents dengan teteh kami, teh Yuria Pratiwhi Cleopatra atau yang lebih akrab dikenal dengan nama teh Patra. Seluruh tulisan ini adalah hasil saya mendengar buah pikirnya beliau. Stay tune, ya!
Memilih pasangan bukanlah proses main-main, tapi merupakan proses yang memang harus disikapi secara serius, sebab sebagai calon orangtua kita memiliki kewajiban terhadap (calon) anak untuk memilihkan calon ibu atau ayah yang baik. Satu hal yang perlu kita ingat, menikah perlu dilakukan dengan proses yang sesuai dengan syariat, termasuk juga ketika memilih dan mengenali pasangan ini. Kalau begitu, jika prosesnya diawali dengan ikatan-ikatan tidak halal yang tidak sesuai dengan syariat, itu bagaimana? Di hati sudah ada jawabannya, ya! Teh Patra menyampaikan, “Mengenal calon pasangan sebelum nikah bukanlah jaminan pernikahan akan berlangsung dengan baik karena semua sifat asli akan muncul setelah menikah sehingga proses mengenal pasangan adalah proses seumur hidup.” Ketika melihat ayah dan ibu, saya merasa mereka berdua begitu cocok. Lalu, saya pernah bertanya-tanya, apakah dua individu yang dipertemukan dalam ikatan pernikahan selalu berarti keduanya cocok bagi satu sama lain? Ternyata tidak. Setiap manusia unik, karenanya memang tidak ada satu orang individu yang akan benar-benar cocok untuk individu yang lainnya. Kalau kata teh Patra, “Kesempurnaan pasangan justru terletak pada ketidaksempurnaannya. Jika keduanya sudah sempurna, dimanakah letak peran untuk saling mengisi dan saling menghebatkan?” Lalu, apa yang sebaiknya menjadi landasan kita dan pasangan memberanikan diri untuk terikat dalam pernikahan? Tidak ada yang lain selain untuk beribadah, untuk membangun peradaban agar anak-anak kita kelak menjadi kontributor dalam peradaban Islam. Nah lho, atas tujuan sebesar dan seserius ini, mungkinkah jika kita mengawalinya dengan hubungan dan perasaan yang justru tidak terletak dalam koridor keridhoan Allah? Menikah adalah satu-satunya cara untuk membangun keluarga. Tapi, jangan sampai kita menjadi keluarga yang sekedar bertahan: sekedar bisa hidup, memiliki keturunan dan menjalani hidup selayaknya orang kebanyakan. Mengapa? Jelas, sebab kita tidak bisa menjadi keluarga yang biasa-biasa saja untuk membangun peradaban. Apa yang perlu dilakukan untuk bisa membangun peradaban? Pertama, mau membangun peradaban berarti mau berjuang untuk mewujudkannya. Bagaimana cara berjuangnya? Cara yang paling konkret adalah dengan tidak berhenti belajar; yang pertama dan utama adalah belajar ilmu agama (termasuk Tafsir, Sirah Nabawiyah dan Fiqih praktis), ilmu bahasa, menguatkan spesialisasi pada suatu keilmuan atau peminatan serta mengupdate wawasan tentang apa yang sedang terjadi pada realitas sekarang ini. Kedua, membangun peradaban bersama keluarga berarti juga bahwa keluarga tersebut harus memiliki visi dan misi yang jelas serta sama-sama memiliki semangat dan usaha untuk dapat mewujudkannya. Untuk dapat mewujudkan setiap visi dan misinya, milikilah proyek bersama keluarga yang tentunya mengandung kebermanfaatan yang lama, luas dan juga banyak. Untuk menunjang hal ini, alangkah lebih baiknya jika diadakan semacam rapat keluarga. Itu kan kalau sudah menikah, kalau belum, apa yang bisa dilakukan? Sebelum menikah, lihatlah seseorang dari potensi yang dimilikinya, lalu kelak ketika sudah menikah berilah ia kesempatan untuk mengoptimalkan potensinya. Niatkan dalam hati, “Setelah menikah dengan saya, pasangan saya bisa menjadi seseorang yang hebat.” Ayo buatlah resolusi dan beranilah untuk memperjuangkannya! Ketiga, perjuangkanlah komunikasi dengan pasangan (dan seluruh anggota keluarga). Mengapa perlu diperjuangkan? Sebab, membangun peradaban tentu tidak dilakukan dengan komunikasi biasa yang ala kadarnya. Dalam pernikahan nanti, komunikasi ini sering bisa menjadi masalah, maka salah satu harus ada yang mengalah meski ia tidak bersalah. Selain itu, ketika ada perbedaan pendapat, jangan baper alias terbawa perasaan. Serius nih mau membangun peradaban? Kalau begitu, jangan tunggu menikah dulu, yuk persiapkan sejak sekarang! Semoga Allah mempertemukan masing-masing dari kita dengan orang yang bisa diajak kolaborasi sepanjang hidup dan membersamai kita dalam langkah-langkah untuk mewujudkan cita-cita besar membangun peradaban. Pesan teh Patra, carilah yang berpotensi berjuang! source: tumblr novie ocktavia Comments are closed.
|
Bismillaah..
|